Penebang Kayu Kehilangan Kapak

Alkisah, ada seorang penebang kayu. Suatu hari dia kehilangan kapaknya, sehingga dia tidak bisa bekerja. Dia mencurigai tetangganya yang mencuri kapaknya.

Pagi itu ketika sang tetangga berangkat & menutupi peralatan kerjanya dengan kain, rasanya kapaknya pasti disembunyikan disana, apalagi tetangga ini senyumnya terasa tidak tulus. Pasti dia pencurinya.

Besoknya, tetangganya bahkan terasa jadi ramah berlebihan karena biasanya jarang menyapa, kali ini menyempatkan berbasa-basi. Apalagi dilihat hasil tebangan kayunya dua hari ini banyak sekali, pasti dia menebang menggunakan kapak curiannya.

Semakin dipikir semakin yakin.

Pada hari ketiga baru disadari ternyata kapaknya tersimpan di laci dapur. Istrinya yg sedang keluar kota menyimpankan disana. Senang benar hatinya karena kapaknya dapat ditemukan kembali.

Dia amati lagi tetangganya yang lewat, dan dia merasa tetangga ini tidak berkelakuan seperti pencuri & senyumnya juga tulus-tulus saja. Bahkan percakapannya terasa sangat wajar dan jujur. Dia heran kenapa kemarin dia melihat tetangganya seperti pencuri?

Persepsi membentuk kenyataan, pikiran kita membentuk sudut pandang kita.

Apa yang kita yakini akan semakin terlihat oleh kita sebagai kenyataan.

Sebagai contoh, apapun yang dilakukan orang yang kita cintai adalah baik dan benar. Anak nakal dianggap lucu, kekasih pelit dianggap berhemat, orang cerewet dibilang perhatian, keras kepala dibilang berprinsip & makanan tidak enak dibilang bergizi.

Hidup tidak pernah & tidak ada yang adil, tidak ada benar salah, kita ciptakan sudut pandang kita sendiri. Kita menemukan apa yang kita ingin temukan. Apa yang terlihat bukan kenyataan, kenyataan adalah siapa kita & bagaimana kita memandang semuanya itu. Pandangan kita berubah mengikuti perubahan jaman & keadaan.

Segalanya mengalir dalam dimensi ruang dan waktu. Mari kita renungkan.

Jika Esok Tak Pernah Datang

Bila kutahu ini akan menjadi terakhir kalinya kulihat dirimu terlelap tidur, Aku akan menyelimutimu dengan lebih rapat dan berdoa kepada Tuhan agar menjaga jiwamu.

Bila kutahu ini akan menjadi terakhir kalinya kulihat dirimu melangkah keluar pintu, Aku akan memelukmu erat dan menciummu dan memanggilmu kembali untuk melakukannya sekali lagi.

Bila kutahu ini akan menjadi terakhir kalinya kudengar suaramu memuji, Aku akan merekam setiap kata dan tindakan dan memutarnya lagi sepanjang sisa hariku.

Bila kutahu ini akan menjadi terakhir kalinya, aku akan meluangkan waktu ekstra satu atau dua menit, Untuk berhenti dan mengatakan “Aku mencintaimu” dan bukannya menganggap kau sudah tahu.

Jadi untuk berjaga-jaga seandainya esok tak pernah datang dan hanya hari inilah yang kupunya, Aku ingin mengatakan betapa aku sangat mencintaimu dan kuharap kita takkan pernah lupa.

Esok tak dijanjikan kepada siapa pun, baik tua maupun muda. Dan hari ini mungkin kesempatan terakhirmu untuk memeluk erat orang tersayangmu.

Jadi, bila kau sedang menantikan esok, mengapa tidak melakukannya sekarang?

Karena bila esok tak pernah datang, kau pasti akan menyesali hari.

Saat kau tidak meluangkan waktu untuk memberikan sebuah senyuman, pelukan atau ciuman. Dan saat kau terlalu sibuk untuk memberi seorang yang ternyata merupakan permintaan terakhir mereka.

Jadi, dekap erat orang-orang tersayangmu hari ini dan bisikkan di telinga mereka, bahwa kau sangat mencintai mereka dan kau akan selalu menyayangi mereka.

Luangkan waktu untuk mengatakan “Aku menyesal”, “Maafkan aku”, Terima kasih”, atau “aku tidak apa-apa”

Dan bila esok tak pernah datang, kau takkan menyesali hari ini.

[Norma Cornett Marek ~ 1989]

Kasih Ibu Tak Batas Waktu

Seorang anak bertengkar dengan ibunya & meninggalkan rumah. Saat berjalan ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Ia melewati sebuah kedai bakmi. Ia ingin sekali memesan semangkok bakmi karena lapar.

Pemilik bakmi melihat anak itu berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu bertanya”Nak, apakah engkau ingin memesan bakmi?”
“Ya, tetapi aku tidak membawa uang,”jawab anak itu dengan malu-malu.”Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu,”jawab si pemilik kedai.

Anak itu segera makan. Kemudian air matanya mulai berlinang.”Ada apa Nak?”Tanya si pemilik kedai.”Tidak apa-apa, aku hanya terharu karena seorang yg baru kukenal memberi aku semangkuk bakmi tetapi ibuku sendiri setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah. Kau seorang yang baru kukenal tetapi begitu peduli padaku.

Pemilik kedai itu berkata”Nak, mengapa kau berpikir begitu? Renungkan hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi & kau begitu terharu…. Ibumu telah memasak bakmi, nasi, dll sampai kamu dewasa, harusnya kamu berterima kasih kepadanya.

Anak itu kaget mendengar hal tersebut.”Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu?”

Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal aku begitu berterima kasih, tetapi terhadap ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun,aku bahkan tidak peduli.

Anak itu segera menghabiskan bakminya lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih & cemas. Ketika melihat anaknya, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Nak, kau sudah pulang, cepat masuk, aku telah menyiapkan makan malam.”

Mendengar hal itu, si anak tidak dapat menahan tangisnya & ia menangis di hadapan ibunya.

Kadang kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain untuk suatu pertolongan kecil yg diberikannya pada kita. Namun kepada orang yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita sering melupakannya begitu saja.

Ketamakan

Alkisah, di sebuah negeri, ada seorang saudagar kaya raya. Ia adalah pemilik restoran terkenal dan terbaik yang pernah ada pada masa tersebut. Selain rasanya khas, makanannya sangat lezat, dan pelayanannya pun sangat memuaskan siapa saja yang datang ke sana.

Berkat restoran itu pula, sang saudagar mendapat banyak rezeki. Meski usahanya menjadi berkembang ke berbagai bidang, namun restoran itulah yang menjadi urat nadi usaha yang sangat dijaganya. Karena itu, karena tak memiliki keturunan, di usianya yang sudah makin tua, ia ingin mewariskan usaha itu pada orang terpilih yang nanti akan dipercaya untuk menjalankan usahanya itu. Ia nanti akan menyerahkan usaha itu kepada orang yang terbaik, dengan syarat separuh hasil yang didapat, harus disumbangkan kepada kaum yang tak berpunya.

Beberapa saat sang saudagar memikirkan cara untuk memilih orang tersebut. Hingga, suatu kali, ia ngundang 80 orang yang dianggap terbaik di daerahnya. Kepada 80 orang tersebut, ia menyajikan hidangan terbaik untuk makan malam di restorannya.

Saat ke-80 orang tersebut berdatangan memenuhi undangannya, banyak wajah-wajah berharap, mereka yang akan terpilih mewarisi kekayaan sang saudagar. Begitu pun sang saudagar, ia berharap bisa memilih orang terbaik yang bisa mewarisi usahanya. Setelah berbasa-basi sejenak, ke-80 orang itu lantas dipersilakan duduk untuk menyantap hidangan makan malam.

Uniknya, ada 20 meja kotak yang disediakan, dengan sumpit yang sangat panjang di masing-masing meja. Karena itu, saat mulai dipersilakan makan, hampir semua orang yang sudah tak sabar merasakan kelezatan makanan dari restoran sangat terkenal itu pun kerepotan.

Sang saudagar lantas berkeliling ke semua meja makan. Ia melihat hingga meja ke-19 tak ada satu pun yang berhasil menyantap makanan yang dihidangkan. Sebab, mereka berlomba-lomba makan dengan sumpit sangat panjang tersebut. Hingga akhirnya, tepat di meja ke-20, saudagar pun tersenyum. Di meja tersebut, empat orang tampak menikmati hidangan dengan satu sama lain saling menyuapi. Memang, sumpit yang disediakan sangat panjang, sehingga mereka bisa menyuapi orang di dekatnya, dan sebaliknya. Maka, hingga acara hampir selesai, hanya mereka berempatlah yang kenyang. Sementara, yang lain tak bisa menikmati hidangan karena berusaha sendiri-sendiri untuk segera menyantap makanan lezat tersebut.

Kisah tersebut mengajarkan kepada kita, bahwa untuk bisa meraih sesuatu, kita seharusnya memulai dengan “melayani”. Kita tak boleh serakah, tamak, atau hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Seperti yang tergambar dalam kisah tersebut, hanya mereka yang mau “berkorban” dengan memberi makanan kepada yang lain, maka ia yang akan bisa ikut makan dengan kenyang. Sementara, orang lain sibuk mencari cara bagaimana bisa segera menyantap hidangan, justru kerepotan karena tak tahu “cara” yang tepat untuk memakan hidangan tersebut.

Sudah kita dapati, begitu banyak orang yang menjadi sumber berita karena kelakuannya. Mulai dari korupsi, hingga berbagai hal lain yang intinya, menjadikan harta sebagai hal yang utama.

Uang dan harta memang penting. Namun, ada banyak hal penting lain yang juga harus menjadi perhatian utama kita. Bagaimana kita bersikap, bagaimana kita membantu orang lain, bagaimana kita menemukan keseimbangan dalam hidup, sehingga kebahagiaan bisa kita peroleh. Harta adalah sarana. Kita adalah manusia. Karena itu, mari jadikan “sarana” tersebut sebagai bagian dari kehidupan kita, namun jangan sampai menjadikannya sebagai hal yang membelenggu kita.

Mari, jadikan hidup lebih berarti. Dengan mau peduli dan berbagi, harta dan uang kita akan jauh lebih memiliki arti.

Bahagia Itu Sederhana

Setiap orang punya standar kebahagiaan masing-masing. Mungkin hari ini yang membuatnya bahagia adalah ketika bisa menyelesaikan tugas lebih cepat dari biasanya. Namun di kesempatan lain, kebahagian bisa diperoleh saat mendapatkan tantangan baru yang menjanjikan prestasi lebih baik.

Jauh di seberang sana, mereka yang hidup sederhana sudah merasa bahagia luar biasa ketika mendapatkan sepiring nasi dan lauk, meski belum ada jaminan esok hari bisa mendapat makan layak.

Bahagia memang bukan hanya milik orang tertentu. Kebahagiaan ada di mana-mana karena milik semua orang.

Suatu penelitian menyebutkan bahwa orang yang selalu membanding-bandingkan kekayaan/ jabatannnya dengan kerabat atau teman dekatnya, cenderung tidak bahagia dan kerap merasa kecewa.

Lantas, bagaimana menemukan kebahagiaan itu? Sebenarnya, bahagia itu sederhana. Kunci kebahagiaan terletak pada sikap kita. Dengan mensyukuri segala sesuatu yang kita miliki, dan berjuang sepenuh hati untuk tujuan yang besar & positif, maka kebahagiaan akan selalu mengalir di kehidupan kita.

Jangan mencari kesempurnaan, tapi sempurnakan apa yang telah ada. Jangan terus menyesali apa yang hilang, tapi fokuslah pada apa yang telah kita miliki. Bahagia itu sederhana.

Kaos Kaki Bolong

Seorang ayah yg terkenal dan kaya raya sedang sakit parah.

Menjelang ajal menjemput, dikumpulkanlah anak2nya.

Beliau berwasiat:
“Anak-anakku, jika Ayah sudah dipanggil Allah Yang Maha Kuasa, ada permintaan Ayah kepada kalian”

” Tolong dipakaikan kaos kaki kesayangan Ayah walaupun kaos kaki itu sudah bolong, Ayah ingin memakai barang kesayangan yg penuh kenangan semasa merintis usaha di perusahaan Ayah dan minta tolong kenangan kaos kaki itu dikenakan bila Ayah dikubur nanti.”

Akhirnya sang ayah wafat.

Ketika mengurus jenazah dan saat akan dikafani, anak-anaknya minta ke ustadz agar almarhum diperkenankan memakai kaos kaki yang bolong itu sesuai wasiat ayahnya.

Akan tetapi sang ustadz menolaknya.
” Maaf secara syariat hanya 2 lembar kain putih saja yang di perbolehkan dikenakan kepada mayat.”

Maka terjadilah perdebatan antara anak-anak yang ingin memakaikan kaos kaki robek dan pak ustadz yang melarangnya

Karena tidak ada titik temu, dipanggilah penasihat sekaligus Notaris keluarga tersebut.

Sang notaris menyampaikan Surat Wasiat, ayo kita baca bersama sama siapa tahu ada petunjuk”.

Maka dibukalah Surat Wasiat almarhum untuk anak-anaknya yang dititipkan dititipkan kepada Notaris tersebut.

Ini bunyinya:

“Anak2ku, pasti sekarang kalian sedang bingung, karena dilarang memakaikan kaos kaki bolong kepada jenazah ayah”.
” Lihatlah anak2ku, padahal harta ayah sangat banyak, uang, beberapa mobil, tanah, kebun dan sawah, rumah mewah, tetapi tidak ada artinya ketika ayah sudah meninggal dunia”.
” Bahkan kaos kaki bolong saja tidak boleh dibawa mati.
Begitu tidak berartinya harta dunia, kecuali iman dan amal kebaikan kita”.
Anak-anakku inilah yang ingin ayah sampaikan agar kalian tidak tertipu dengan dunia yang hanya sementara.
*Pada akhirnya teman sejati kita hanyalah Iman dan Amal Shalih.*
” Salam sayang dari ayah yang ingin kalian menjadikan dunia sebagai jalan menuju Ridlα Allah SWT”.

Marilah ini sebagai renungan bagi kita semua.

_Orang tua tidak takut miskin memberi nafkah pada anaknya saat membesarkan mereka._
_Tapi banyak anak sering takut kekurangan saat menanggung orang tuanya dimasa tuanya._
_Lihat diri kita saat ini,_
_Sehebat apapun,_
_Suksespun setinggi langit,_
_tapi tanpa doa,_ _restu orang tua yang membesarkan kita_
_maka tidak akan ada ketenangan, keberkahan dan kebahagiaan dalam hidup._

_Uang bisa dicari,_
_ilmu bisa digali_
_jabatan bisa kita raih_
_tapi kesempatan untuk mengasihi orang tua takkan terulang kembali._

_Satu ibu,_
_bisa merawat tujuh anaknya_
_tapi tujuh orang anak belum tentu bisa membahagiakan_
_satu orang ibu._

_Satu ayah,_
_bisa menghidupi tujuh anaknya_
_tapi tujuh orang anak belum tentu dapat menghidupi_
_satu orang ayah._

_Sesekali tengoklah orang tuamu,_
_tatap wajahnya ketika ia terlelap tidur_
_lihat kerutan di wajahnya,_
_lihat rambutnya yang kini mulai memutih,_
_lihat badannya,_ _yang dulu tegap kini mulai membungkuk,_
_semua telah berubah termakan waktu tapi tidak dengan kasih sayangnya…_

_Sudahkah kita membuatnya bahagia hari ini?_
_Sudahkah kita membuatnya bangga hari ini?_
_Sudahkah kita membuatnya tersenyum hari ini?_

_Tidak akan ada jasa yang mampu kita balas,_
_Tidak akan ada kebaikan yang mampu kita balas,_
_semua begitu banyak, begitu tulus._

_Yaa Allah Ya Tuhanku_
_Hadiahkanlah Kebahagiaan untuk kedua orangtua kami atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang telah mereka berikan kepada kami._
_Maafkan …_
_Ampuni …_
_Terimakasih ……_
_Aku Mencintaimu Ayah, Ibu…_
_Kasihmu takkan pernah terganti_ _Perlakukanlah orang tua mu seperti raja maka hidupmu akan seperti raja._

Rabbana Taqabbal Minna.
Ya Allah terimalah dari kami (amalan kami),

Aamiin Yaa Rabbal Aalamin
Semoga Kita Menjadi Anak
Yang sholeh dan shalihah.
Aamiin

Semoga Bermanfaat…